KIREI KLINIK

KIREI KLINIK

Jumat, 12 Maret 2010

Pain Akupuntur ( Akupuntur Nyeri )


Sejak tahun 1958 penggunaan akupunktur telah berkembang demikian rupa sehingga dapat digunakan untuk menanggulangi nyeri masa-bedah dan pasca-bedah. Keberhasilan akupunktur sebagai analgesi dalam pembedahan merangsang para peneliti, baik dari Timur maupun Barat, untuk mencoba menerangkan fenomena-fenomena akupunktur. Sekarang penggunaan akupunktur telah meluas ke seluruh dunia, walaupun masih jauh dari apa yang diharapkan. Maksud penulisan ini agar ilmu akupunktur dapat lebih dikenal, untuk kemudian digunakan sebagai salah satu cara pengobatan. Khususnya dalam penanggulangan masalah nyeri, yang ternyata belum dapat dipecahkan seluruhnya dengan cara-cara terapi yang biasa digunakan selama ini.

Nyeri menurut Akupunktur Nyeri merupakan salah satu tanda adanya gangguan sirkulasi enersi vital, yang dapat terjadi karena banyak faktor. Secara garis besar gangguan enersi vital dapat terletak :

(a) Hanya pada meridian saja

(b) Hanya pada organ dalam saja

(c) Pada meridian dan organ

Gangguan sirkulasi dapat bersifat ekses atau defisiensi

Penanggulangan Nyeri menurut llmu Akupunktur Penanggulangan dilakukan secara kausal dan simtomatik. Terapi simtomatik saja harus dihindari, karena hilangnya nyeri dapat menyamarkan sumber bahaya yang sesungguhnya,yang kadang-kadang dapat berakib at fatal.

1. Pemilihan titik akupunktur

(a) Untuk terapi kausal dipilih titik-titik yang mempunyai pengaruh khusus pada organ/meridian yang bersangkutan.

(b) Untuk terapi simtomatik dipilih titik-titik “Yes Point” (“Ahse point” ), yaitu titik-titik dimana nyeri terakumulasi. Terapi simtomatik juga dilakukan terhadap gejala- gejala yang mungkin timbul karena gangguan organ/meridian, menurut teori fenomena organ yang dikenal dalam ilmu akupunktur. Untuk ini dipilih titik-titik yang sesuai dengan gejala yang timbul.

2. Metode stimulasi

(a) Sedasi (” sie” ).— Dilakukan pada gangguan yang bersifat ekses

(b) Tonifikasi (“pu” ). — Dilakukan pada gangguan yang bersifat defisiensi

Untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal, stimulasi titik akupunktur dilakukan hingga mencapai sensasi penjaruman (“te ci”). Sensasi penjaruman adalah timbulnya perasaan baal, berat, linu, yang dapat menjalar ke distal atau proksimal pada waktu penusukan jarum tepat pada titik akupunktur.

3. Jenis-jenis stimulasi

(a) stimulasi manual, stimulasi dilakukan dengan penusukan, pencabutan dan pemutaran jarum yang dilakukan dengan tangan.

(b) stimulasi listrik, dilakukan dengan menghubungkan jarum akupunktur dengan stimulator listrik.

(c) stimulasi dengan akuapunktur, dilakukan penyuntikan titik akupunktur dengan cairan (akuades, NaCl, vitamin, prokain, dll).

(d) stimulasi dengan moksibusi, dilakukan dengan memanasi titik akupunktur dengan ramuan daun Artemesia vulgaris yang dibakar.

(e) stimulasi dengan akupressure, yaitu penekanan titik akupunktur dengan jari.

(f) stimulasi dengan ultrasound, laser, dll.

4. Jumlah dan Frekuensi terapi

Jumlah dan frekuensi terapi tergantung dari jenis serta berat ringannya nyeri.

(a) Pada nyeri akut : 1 sampai 3 kali sehari sampai nyeri hilang

(b) Pada nyeri kronis : 1 sampai 2 atau 3 kali seminggu, sejumlah 10 sampai 20 kali.

5. Lama stimulasi

Lama stimulasi tergantung dari jenis dan metode stimulasi yang digunakan. Murphy TM & Bonica JJ untuk stimulasi manual memerlukan waktu 10 – 15 menit (4).

Indikasi Indikasi penanggulangan nyeri dengan akupunktur adalah nyeri yang bersifat fisiologik (5-7). Pada nyeri yang timbul karena kelainan organik, walaupun akupunktur dapat memberi perbaikan, umumnya perbaikan itu bersifat sementara.

Indikasi-kontra Kehamilan, akupunktur pada daerah tumor, infeksi kulit, adanya alat pacu jantung (8).

Hasil-hasil Hasil akupunktur sebagai penanggulang nyeri telah dibuktikan dengan penelitian baik di Timur maupun di Barat, diantara- nya :

• Alabama Medical School Pain Clinic, melakukan penelitian pada 300 kasus yang menderita nyeri mulai dari 1 – 30 tahun. Didapat angka keberhasilan 55%. (9)

• Indiana University Medical School, melakukan penelitian pada kasus-kasus lumbago, mendapatkan angka 65%. (9)

• Li Tu Wang di Taipei pada 305 kasus mendapatkan keber- hasilan 90%. (10)

• Hyodo M, melakukan penelitian di Pain Clinic, Osaka, Jepang, pada 10.000 kasus nyeri kronis yang tidak menunjukkan hasil dengan terapi biasa (obat oral,iv, fisioterapi, ope- rasi). Didapat hasil penyembuhan 90% pada sakit tengkuk, 43% untuk lumbago, 52% untuk cephalgia. Dan pada percobaan perbandingan antara akupunktur dan blok syaraf didapat bahwa hasil akupunktur lebih baik untuk kasus-kasus sakit tengkuk, cephalgia, nyeri sebagai gejala sisa trauma capitis, atypical fascial neuralgia, kaku bahu, neck shoulder hand syndrome, spasme fascialis, traumatic cervical syndrome, dan sakit pada seluruh tubuh karena berbagai sebab.

MEKANISME KERJA AKUPUNKTUR

Kriteria penting untuk mendapatkan hasil terapi akupunktur yang optimal adalah tercapainya sensasi penjaruman. Dikatakan bahwa sensasi ini akan menimbulkan impuls sensoris spesifik ke otak. Nyeri yang timbul dan impuls spesifik tersebut saling bersaing pada sistem proyeksi non-spesifik. Bila impuls spesifik dari penjaruman dapat menyaingi impuls nyeri, nyeri akan dihambat dan tidak dapat dirasakan. Konduksi impuls penjaruman itu dihipotesiskan melalui :

1. Sistem syaraf somatis ; sehubungan dengan ini dipikirkan bahwa mekanisme kerja akupunktur dalam penanggulangan nyeri berkaitan dengan hipotesis “Gate Control”, teori Reflexoterapi, dll.

2. Sistem syaraf otonom ; berkaitan dengan ini timbul teori susunan syaraf otonom, dll. Disamping hal tersebut diatas, diamati pula bahwa untuk mendapatkan efek penanggulang nyeri dengan akupunktur, diperlukan waktu tertentu. Hal ini dikaitkan dengan waktu yang diperlukan untuk memproduksi suatu substansi penghilang nyeri neurohumoral, karenanya timbul teori endorphin, dll.

Selain teori-teori diatas, masih banyak teori/hipotesis lain.

Teori “Gate Control” dan “Two Gate Control”

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Melzack & Wall pada tahun 1965 (12). Menurut teori ini pada cornu dorsalis medula spinalis terdapat mekanisme neural, yang berfungsi sebagai gerbang, yang dapat mengatur rangsang dari syaraf perifer ke SSP. Secara anatomis, gerbang tersebut terletak di substansia gelatinosa. Hantaran rangsang syaraf dari serabut aferen perifer, ke sel Transmisi medula spinalis, diatur oleh mekanisme “gate control” di cornu dorsalis. Mekanisme ini dipengaruhi oleh jumlah relatif serabut besar dan serabut kecil. Serabut berdiameter besar ( Aβ ), bermyelin, berdaya konduksi cepat, menghantar rangsang bukan nyeri (raba, tekan). Serabut berdiameter kecil (serabut bermyelin C & serabut), berdaya konduksi lambat, menghantar rangsang nyeri. Aktifitas serabut besar cenderung menghambat transmisi (menutup gerbang), sedang aktifitas serabut kecil cenderung memudahkan transmisi. Bila perangsangan pada sel Transmisi mencapai ambang kritis, terjadi nyeri pada daerah persyarafan yang bersangkutan, disertai pola dan pengalaman karakteristik dari nyeri tsb. Mekanisme “gate control” ini juga dipengaruhi impuls yang desendens dari SSP. Secara singkat dikatakan bahwa perangsangan serabut besar ( Aβ ) yang berdaya konduksi cepat, seperti perangsangan titik akupunktur, akan menimbulkan impuls bukan nyeri. Ini menghambat impuls nyeri yang timbul karena perangsangan serabut kecil pada substansia gelatinosa medeula spinalis. Karenanya gerbang menutup dan nyeri tidak dapat dirasakan. Teori ini mempunyai kelemahan, yaitu tidak dapat menerangkan efek akupunktur pada daerah yang tidak dipersyarafi oleh nervi spinalis, misalnya pada daerah muka dan kepala, karena substansia gelatinosa berakhir di medula spinalis. Untuk itu Man & Chen, tahun 1972, mengemukakan teori “two gate control”, yang merupakan pengembangan dari teori “gate control” . Dihipotesiskan bahwa ada lagi gerbang, yang disebut gerbang utama, yang terletak di thalamus. Jadi bila dilakukan akupunktur pada daerah yang dipersyarafi oleh nervi cranialis, impuls bukan nyeri tersebut akan langsung menuju gerbang utama di thalamus, yang akan menghambat nyeri dari seluruh bagian tubuh, tanpa perlu menutup gerbang pertama di substansia gelatinosa. Juga dikatakan bahwa formatio reticularis mempunyai peranan yang unik dan ikut ambil bagian dalam inhibisi nyeri ini. Banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan hu- bungan antara teori ini dengan efek akupunktur. Pada pemeriksaan mikroskopik sediaan yang diwarnai, dari titik akupunktur dan non-akupunktur, untuk serabut bermyelin dan tidak, didapati bahwa pada titik akupunktur serabut bermyelin 3 kali lebih banyak, sedang pada titik non-akupunktur hampir sama banyak.

Teori Susunan Syaraf Otonom Tirgoviste CI, 1969, menyimpulkan bahwa titik akupunktur adalah daerah konsentrasi syaraf-syaraf otonom yang mempunyai hubungan dengan organ-dalam tertentu (16). Karena itu perangsangan daerah ini akan memberi perubahan pada fungsi organ-dalam yang berhubungan dengannya. Juga perangsangan titik yang banyak mengandung reseptor otonom ini akan memulai suatu seri refleks otonom mumi dengan aferen, eferen dan sentrum otonom. Juga telah diketahui bahwa SSO terlibat dalam proses generasi dan persepsi nyeri pada tubuh manusia, sebagaimana terbukti pada penderita dystrophia sympatik & causalgia, yang mendapat kesembuhan setelah simpatektomi. Chou L & Chen Y, melakukan pengamatan pada PGE plasma dalam hubungannya dengan pengendalian nyeri akupunktur. PGE merupakan regulator humoral yang penting untuk SSG. PGE mengurangi pelepasan neurotransmitter adrenergik, juga mempunyai efek sedatif, penenang dan analgesi. Mereka mendapati adanya hubungan bermakna antara efek akupunktur sebagai pengendali nyeri dan peninggian PGE plasma. Disimpulkan bahwa PGE ikut berperan serta dalam mengendalikan nyeri dengan akupunktur. PGE meregulasi aktifitas susunan syaraf simpatik, sehingga membantu menanggulangi nyeri, serta mengatasi gangguan fisiologik yang timbul. Juga diduga akupunktur merangsang biosintesis prostaglandin di SSP, dan ini akan meninggikan efek analgesi.

Teori Endorphin Teori ini diajukan untuk pertama kali pada tahun 1974 oleh Mayer & Liebeskind dkk. Mereka mengajukan hipotesis, bahwa stimulasi listrik dapat merangsang pelepasan suatu substansi yang mirip morphin (19). Substansi ini dapat menimbulkan efek analgesi yang sebanding dengan yang ditimbulkan morphin dalam dosis 10-50 mg/kg BB. Teori ini timbul berdasarkan sifat khas akupunktur yang memerlukan waktu untuk menanggulangi nyeri (4). Juga karena penjaruman titik akupunktur di suatu tempat dapat menanggulangi nyeri di tempat yang jauh darinya (20). Yang MMP dkk. mengadakan percobaan sirkulasi bersilang pada 2 kelinci donor dan resipien (20). Donor diakupunktur, resipien tidak. Didapat peninggian ambang nyeri pada keduanya. Peninggian ini menghilang bila sebelum akupunktur diberikan naloxone. Disimpulkan bahwa peninggian ambang nyeri pada kelinci resipien disebabkan oleh faktor humoral, yang sangat mungkin adalah suatu substansi endogen yang mirip morphin. Pada percobaan lain, disuntikan liquor cerebrospinalis atau ekstrak serum dari kelinci yang diakupunktur, pada kelinci yang tidak diakupunktur ; didapat peninggian ambang nyeri ; yang juga dapat dihambat oleh naloxone. Mereka mengajukan hipotesis tentang mekanisme kerjapati rasa alamiah ini. Bahwa endorphin dan enkephalin, bila disekresikan sebagai respons terhadap nyeri, terikat pada reseptor opiat, yang terletak pada daerah periaquaductus substansia kelabu, mengaktifkan suatu jalur inhibisi nyeri desendens, melalui nukleus Raphe Magnus, dan mempengaruhi transmisi dan pengaturan nyeri, yang berlokasi di lamina 1,2 dan 5 medula spinalis (20,21). Zhong YL menyimpulkan bahwa dengan merangsang titik akupunktur terjadi rangsang proprioceptive, yang ditransmisi melalui serabut besar ke formatio reticularis, thalamus dan sistem limbik. Di sini akan terjadipelepasan endorphin, yang akan menghambat transmisi nyeri. Sementara itu pada sistem limbik yang berperan penting dalam emosi, terjadi pengalihan aspek emosi dari pada nyeri sehingga terjadi anxiolitik dan euphoria bermyelin

Selain teori/hipotesis diatas, masih banyak teori/hipotesis lain, misalnya teori biolistrik, teori reflexo therapeutical (Head), teori sistem syaraf sentral, teori neurohumoral, dll.

Indikasi penggunaan Akupunktur sebagai penanggulang nyeri diluar Cina .

Penggunaan akupunktur sebagai penanggulang nyeri di luar Cina terbatas pada jenis nyeri yang telah dapat dibuktikan berhasil pada penelitian ditempat yang bersangkutan. Karena itu indikasi penggunaannya bervariasi : nyeri yang bersifat fisiologis, misalnya “tension headache”, neuralgia esensial, dll.

• penderita yang harus makan obat-obat analgetika terus menerus/ dalam dosis besar.

• nyeri kronis yang telah resisten dengan metode penanggulang nyeri lain.

• nyeri yang tidak berfungsi sebagai signal adanya gangguan organ tubuh, misalnya pada neuritis post herpeticum. Pada nyeri dimana sumber kelainan tidak dapat disembuhkan, misalnya rheumatoid artritis lanjut. Simtomatis untuk melengkapi terapi lain . Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan keseluruh pelosok tanah air, dimana komunikasi relatif masih sulit, obat-obat relatif mahal & belum mencukupi, akupunktur akan banyak manfaatnya, terutama karena praktis, ekonomis, dapat digunakan pada kasus yang allergi dengan obat-obatan, kasus-kasus dimana obat-obat analgetika tidak dapat diberikan/pemberian obat mempunyai resiko besar dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar